Sekian lama gak nulis disini. Biasalah blogger gadungan ya kayak gini, semangat nulisnya kembang kempis kayak balon. Padahal niatnya pengen jadi blogger kece yang selalu kekinian, nulis apapun yang lagi rame, apa daya ternyata melempem. Ah sudahlah, mari lanjut ke isi tulisan aja.
Beberapa waktu lalu beredar berita kehilangan seorang puteri cantik berusia 8 tahun bernama Angeline di Sanur, Bali.
Broadcast beredar tak terbendung. Sekian banyak orang yang turut prihatin lalu turut menyebarkannya. 23 hari berlalu, kemarin 10 Juni 2015 publik kembali dikejutkan oleh kabar bahwa Angeline telah ditemukan. Meninggal. Lebih mengenaskan lagi, ditemukannya dihalaman rumahnya, diantara tumpukan sampah. Duh hati publik teriris. Air mata tumpah untuk duka gadis kecil yang manis ini. Sesak rasanya membayangkan kejadian yang menimpa anak sekecil itu.
Rumah adalah tempat kita kembali ke pelukan orang-orang tercinta. Rumah adalah tempat mencari kehangatan dalam peluk sayang keluarga. Rumah adalah tempat berteduh dari panas dan hujan. Alih-alih merasakannya, Angeline justru menemukan neraka dirumahnya. Bahkan hidupnya harus berakhir dirumah, tempat dimana seharusnya kebahagiaan diperoleh.
Entah apa motif pelaku. Entah siapa yang harus bertanggung jawab atas kejahatan ini. Berbagai cerita kembali beredar. Tak perlu berspekulasi. Biarlah menjadi urusan yang berwajib mengusut tuntas. Semoga pelakunya mendapat hukuman yang setimpal.
Lalu mata saya menatap Prema, 5 tahun, penghias rumah kami. Pelengkap kebahagiaan kami. Pembawa keceriaan dalam keluarga kami. Sekaligus kadang mengundang kesal dan marah menghadapi tingkahnya yang terkadang diluar batas toleransi kami sebagai orang tua. Saya termenung. Air mata saya menetes. Saya masih sering marah. Saya juga sering membentaknya. Saya bahkan seringkali membatasi ruang geraknya.
“Jangan naik, nanti jatuh!”
“Ibu aja yang suapin, biar gak berantakan!”
“Aduuuuh….. Ibu khan baru aja ngepel, sekarang Prema udah numpahin susu lagi, bisa hati-hati gak sih!”
Dan berbagai kalimat lainnya yang tentu saja keluar dengan nada tinggi seolah Prema berada jauh dari saya, padahal tepat dihadapan, dengan ekspresi marah dan galak yang kemudian dibalas dengan ekspresi ketakutan oleh Prema lalu jawaban lirih dari bibir mungilnya, “iya ibu.” atau “maaf ibu.”
Duuuuh…. Saya tahu tak seharusnya begitu. Saya sadar bahwa itu adalah bentuk pembunuhan buat anak. Pembunuhan tak melulu soal kehilangan nyawa. Pembatasan karakter, minat, bakat, kemampuan juga adalah pembunuhan. Betapa jiwa-jiwa bahagia dimasa kecil ini selayaknya dipupuk, hingga menemukan karakternya. Betapa dia butuh motivasi untuk mengembangkan minat dan bakatnya. Betapa dia butuh dukungan untuk kemandiriannya kelak. Betapa masa kanak-kanak itu adalah masa bermain sambil belajar. Masa bertumbuh yang menyenangkan. Karena anak bukanlah miniatur orang dewasa. Anak adalah pribadi merdeka yang butuh bimbingan tanpa harus dikekang, yang butuh kasih sayang tanpa syarat, yang butuh cinta tanpa paksaan.
Sebuah tulisan bijak mengatakan
Anak yang tumbuh dilingkungan penuh bentakan, kemarahan, saling menyalahkan maka kelak menjadi anak yang rendah diri dan tak bersemangat.
Sebaliknya anak yang tumbuh dengan kasih sayang, penuh dukungan, bimbingan positif akan tumbuh menjadi anak berkepribadian positif, berkarakter, percaya diri sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing.
Maafkan ibu, Nak. Untuk banyak bentakan. Untuk banyak kemarahan. Untuk banyak keluhan. Terkadang ibu lepas kendali. Siapalah ibu yang mengatur batas toleransi dengan tolok ukur orang dewasa untuk jiwa kanak-kanakmu. Maafkan. Maafkan.
Mari isi rumah kita dengan cinta. Penuhi dengan pelukan hangat. Hiasi dengan saling mendukung satu sama lain. Lengkapi dengan saling mengingatkan tanpa menyakiti. Biarkan bunga kebahagiaan tumbuh dan berkembang dengan cantik sebagai pelengkap keindahan rumah kita. Lalu kita bergandeng tangan menikmatinya. Untuk satu komposisi indah bernama keluarga 🙂
Akhirnya duka mendalam untuk Angeline. Semoga damai disana, Nak. Nikmati kebahagiaanmu dirumah abadi, karena rumah fana ini terlalu kejam untukmu.
Salam
Arni
*Menulis adalah mengingatkan diri sendiri*
sama.
Mood itu seperti iman, kadang tinggi, seringnya rendah.
Cemunguth eeeaa…
Iya banget
Seperti juga cuaca kadang hujan, kadang mendung, kadang cerah
Yuk semangaaaaat
Bener-bener mengerikan kasus yang dialami Angeline ya mbak. 😦 mulai terungkap penyebab kematiannya, apa saya perlakuan keji yang ia terima sebelum meninggal dsb.
Dan aku yakin banyak anak-anak di luar sana yang nasipnya tidak jauh lebih baik dari Angeline
Iya banget
Gak kebayang anak sekecil itu menerima perlakuan keji hiks
Semoga tak ada lagi angeline2 lain
mbak Arni, Foto Prema ga dikecilin resolusinya atau dikasih watermark, inget ndak kasus yg menimpa mbak Wiwit Jogja…..
Nah iya OW saya lupa ngasi watermark
Makasi ya udah diingetin