Turun dari Uluwatu, perjalanan kami lanjutkan ke pantai Pandawa. Pantai ini memang masih berada dalam jalur yang sama dengan Uluwatu. Jadi sepanjang jalur ini terbentang banyak pantai yang siap dinikmati keindahannya. Sebutlah dream land dan padang-padang, dua pantai yang beberapa tahun terakhir menjadi favorit destinasi wisata.
Pantai Pandawa sendiri baru saja dibuka untuk umum. Infrastruktur menuju kesana masih dalam proses penataan disana sini. Awalnya dikenal sebagai pantai Kutuh, karena memang terletak di Desa Kutuh kec. Kuta Selatan. Dulu karena tak banyak yang tahu keberadaannya, pantai ini juga sempat dikenal dengan nama secret beach.
Perjalanan untuk mencapai pantai Pandawa merupakan daya tarik tersendiri. Kita akan melewati tebing kapur di kanan kiri jalan hasil dari gunung kapur yang dibelah. Tebing-tebing eksotik yang menunjukkan kerasnya hidup dikawasan ini.
Mendekati pantai, kita akan disambut oleh para Pandawa yang terkenal dalam epos mahabarata, dibuka dengan patung ibu Kunti kemudian berturut-turut 5 bersaudara Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa tersaji disebelah kiri jalan. Ditempatkan dengan sangat apik dalam gua-gua batu buatan. Inilah sebabnya disebut pantai Pandawa.
Ada dua jalan masuk ke kawasan ini setelah melewati tebing karang, sebelah kiri menuju pantai yang lebih “ganas” ombaknya, biasanya disukai para peselancar atau bisa juga buat anda yang hanya ingin bersantai dan berjemur saja. Disana juga (katanya) kita bisa melihat para nelayan desa Kutuh menjemur rumput laut hasil panen mereka. Kami memilih jalur sebelah kanan karena anak-anak minta bermain air, jadi kami tak sempat melihat langsung permadani rumput laut yang bermandi sinar mentari itu.
Memasuki pelataran parkir, tampaknya pantai ini sudah bukan pantai rahasia lagi. Lapangan parkir sangat luas dan itu super penuh. Dari bus-bis pariwisata yang super besar, mobil travel, kendaraan pribadi sampai sepeda motor semuanya tumplek plek disini. Entah darimana saja para wisatawan ini, padahal saat kami kesini matahari sedang terik-teriknya sekitar pukul 15.00 WITA tapi tetap tak menyurutkan niat para pelancong untuk bermain air di pantai.
Pantainya berpasir putih yang bersih. Disisi kanan berjejer rapi para pedagang dengan aneka makanan. Disisi kiri tampak jajaran payung dan kursi pantai yang disewakan untuk pengunjung. Tak tampak pedagang keliling, tukang kepang, pedagang souvenir atau tukang pijat yang menawarkan jasa. Semuanya menempati lapak masing-masing. Sangat nyaman untuk pengunjung.
Pantai Pandawa mengundang wisatawan dengan ombak bibir pantainya yang tenang. Secara keseluruhan hampir semua pantai di Bali berombak tinggi dan agak galak, namun secara alami pantai Pandawa memiliki pemecah ombak jauh ditengah. Jadi ombak yang melaju ke bibir pantai, entah bertemu deretan karang atau apa gitu pecah ditengah dan melanjutkan perjalanannya dalam riak kecil yang lebih tenang, adem, tentrem sehingga aman untuk berenang dan bermain kano.
Melihat ramainya kunjungan ke pantai Pandawa ini, jujur saja ada sedikit kekhawatiran dibenak saya. Khawatir pada peralihan profesi masyarakat setempat. Yang awalnya nelayan dan petani rumput laut, menjadi pedagang, guide dan sejenisnya terkait pariwisata. Dalam perjalanan saya menyaksikan vila dan hotel yang bertumbuh. Alat berat nampak disana sini. Atas nama pembangunan, gunung dibelah, laut mendangkal, hasil laut dikeruk. Begitupun riuhnya pelancong bermain dipantai semoga saja tidak mengganggu ekosistem rumput laut disana. Ah…. Sungguh saya berharap desa Kutuh tetap dikenal sebagai desa penghasil rumput laut. Bukan sekedar pantai berpasir putih yang menjadi incaran banyak investor. Semoga hal-hal seperti ini menjadi perhatian pengelola. Dan desa Kutuh tetap memiliki jati dirinya. Jauh dilubuk hati saya yang paling dalam berharap pantai ini tetap menjadi secret beach. Tapi tak mungkin. Maka yang terbaik adalah berdoa agar keseimbangan alam tetap terjaga.
Hari menjelang sore ketika kami meninggalkan pantai pandawa. Tak ingin terjebak kemacetan mengingat penuhnya parkir hari itu, bergegas kami melangkahkan kaki menuju destinasi berikutnya. Jelajah Bali dengan sejuta pesonanya.
Happy holiday π
Kalau di Indonesia, enaknya bisa bebas berpayung ria, kalau di sini, jadi tontonan orang banyaaaaak hihi
Jadi topi lebar wajib dibawa-bawa π
Pengeeen sekali ke Bali bareng anak-anak…π
Oh disan gak boleh payungan dipantai ya teh?
Eh tapi emang pastiny lebih cantik kalau bertopi lebar dong. Sayang saya tak punya
Bukan ngga boleh sih, cuma aneh gitu, krn disini kalau panas ya waktunya buka-bukaaan hihi
Jd bukan cuma di Pantai, di jalan pun kalau kepanasan ya cuma bisa mlipir2 ke tempat yg agak teduh, pernah pakai payung, walaaah diliatin gituuu..malah jd grogi sendiri hehe
Payung itu dipakai buat Hujan saja mbak kalau disini π
Hehehehe karena dinegara empat musim, matahari itu agak langka kali ya jadi begitu bersinar adalah anugrah yang harus dinikmati. Klo disini bermandi matahari khan udah jadi rutinitas sehari-hari
Pingback: Ada Senja yang Hangat di GWK | Tersenyumlah dan Semua Bahagia ………
Itu patungnya besar banget mbak, berapa meter ya tingginya? orang aja jadi kelihatan mungil gitu
Khan memang rencananya bakal jadi patunh terbesar se-Asia. Udah gitu letaknya diatas bukit lho yang nantinya kalau udah jadi, bakalan terlihat dari seluruh penjuru Bali
Kalau naik pesawat kayaknya juga bakalan keren deh kelihatan dari atas
Penasaran sama yang satu ini, nice info?